PENDAHULUAN
Olahraga
sebagai salah satu model karya cipta manusia yang merupakan suatu
bentuk aktivitas fisik dengan berbagai dimensi yang kompleks.
Keterkaitan antara kegiatan berolahraga dengan keberadaan manusia adalah
suatu hal yang tidak dipisahkan. Berawal dari gerak dan bergerak
manusia selanjutnya dikembangkan menjadi perilaku yang bermakna dan
memiliki tujuan tertentu. adapun bentuknya jika dihubungkan dengan
perilaku manusia, maka tujuannya akan menjadi luas dan dalam. Hal ini
karena manusia memiliki berbagai potensi dan kelebihan dibanding dengan
mahluk lain.
Oleh
sebab itu olahraga perlu semakin ditingkatkan dan dimasyarakatkan
sebagai salah satu cara untuk memasyarakatkan olahraga dan
mengolah-ragakan masyarakat. Untuk itulah perlu ditingkatkan penyediaan
sarana dan prasarana untuk meningkatkan kegiatan berolahraga, termasuk
para pendidik, pelatih dan pembina.
Bagi
atlet yang aktif melakukan olahraga tertentu (misalnya atlet pro),
dituntut untuk memiliki sekelompok otot yang lebih kuat daripada bagian
otot-otot yang lainnya. Respon tubuh terhadap adanya permintaan ini
adalah dengan melalui sekelompok otot tertentu untuk berkontraksi dengan
lebih keras. Hal ini meruakan perubahan dari penyesuaian tubuh yang
sangat positif tentunya, karena perubahan ini memungkinkan terjadinya
perbaikan selama melakukan latihan. Disamping itu, ada segi negatifnya
juga. Setiap jenis olahraga menekankan adanya kontraksi (kerja otot)
hanya pada sekelompok otot tertentu, sehingga hal ini dapat menyebabkan
kontraksi otot hanya pada bagian otot tersebut saja menjadi lebih kuat,
sedangkan otot-otot yang lainnya relatif lebih lemah.
Kelompok
otot yang ada pada tubuh biasanya berkontraksi secara berpasangan.
Misalnya, otot biceps pada lengan akan berkontraksi menekuk (fleksi)
pada siku, sedangkan otot triceps menegangkan (meluruskan) siku. Otot
yang berkontraksi secara berpasangan (berlawanan) seperti tersebut
dinamakan otot-otot antagonis. Banyak sekali pasangan otot seperti ini
pada tubuh. Oleh karena itu, senantiasa menjaga keseimbangan di antara
otot-otot tersebut agar unit-unit otot dapat berfungsi secara efesien.
Apabila
program latihan yang dilakukan lebih menekankan hanya pada salah satu
dari sekelompok otot yang saling berpasangan tersebut, maka akan
menimbulkan cedera. Cedera ini disebabkan karena salah satu pasangan
otot menjadi lebih kuat atau lebih kencang daripada otot-otot
pasangannya. Cedera otot dapat juga terjadi pada otot yang lebih kuat
maupun otot yang lebih lemah.
Salah
satu cabang olahraga yang populer saat ini di kalanganmasyarakat adalah
berdirinya beberapa perguruan beladiri. Karate adalah termasuk cabang
olahraga full body contact yang harus bersentuhan langsung dengan
lawannya di saat melakukan komite. Sehingga dengan sendirinya
kemungkinan akan terjadinya cedera, disisi lain beladiri merupakan
olahraga yang memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan cedera. Cedera
yang dialami oleh beladiri berawal dari proses latihan, dimana seorang
atlet beladiri disamping mengharapkan untuk menjadi atlet yang
berprestasi tentunya perlu melalui berbagai tahap untuk memperoleh hasil
yang maksimal.
Untuk
mencegah terjadinya cedera tersebut diperlukan satu program latihan
peregangan pada otot-otot yang kencang, sedangkan pada otot-otot yang
tidak memperoleh stimulasi yang cukup selama melakukan aktifitas diatasi
dengan latihan penguatan, pada contoh kasus kaki bagian bawah tersebut,
otot-otot betis memerlukan latihan peregangan sedangkan otot-otot kaki
depan memerlukan latihan penguatan.
Ada
sebagian orang menganggap bahwa peregangan tidak memberikan manfaat
bahkan dapat menimbulkan cedera. Namun hampir semua pakar bidang
olahraga sangat menekankan perlunya melakukan program latihan
peregangan. Apabila ternyata peregangan yang dilakukan menimbulkan
terjadinya cedera, mungkin hal ini disebabkan karena mereka melakukannya
terlalu agresif atau mungkin menggunakn teknik peregangan secara tidak
tepat.
Dengan
demikian, berdasarkan penguraian dan penjelasan tentang persoalan
cedera yang ada di atas, maka perlu adanya penelitian untuk membuktikan
hal tersebut. Oleh karena itu peneliti mengangkat sebuah judul: “Pola
cedera olahraga dalam cabang olahraga beladiri (Survey pada atlet
beladiri mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar)”.
Berdasarkan
penguraian dari latar belakang, dengan masalah yang telah dijelasakan,
maka perlu adanya batasan masalah yang dapat dirumuskan. Dengan demikian
masalah tersebut, dirumuskan sebagai berikut: (1). Apakah jenis cedera
yang sering dialami oleh atlet beladiri Mahasiswa FIK Universitas Negeri
Makassar, (2). Apakah penyebab terjadinya cedera pada atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar, (3). Apakah usaha yang
dilakukan pelatih saat atlet mengalami cedera pada atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar, dan (4). Apakah usaha yang
dilakukan setelah mengalami cedera pada atlet beladiri Mahasiswa FIK
Universitas Negeri Makassar.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
mengangkat dan mengungkapkan suatu permaslahan, perlu adanya
teori-teori yang mendukung sebagai dasar untuk melakukan suatu
penelitian. Teori-teori itu berfungsi sebagai bahan acuan dalam
pelaksanaan penelitian. Teori-teori yang dikemukakan diharapkan dapat
mengungkapkan kerangka pikir.
1. Pengertian dan Pandangan Umum tentang Cedara
Pertimbangan
pertama dalam pencegahan cedera adalah menerima bahwa pada kenyataannya
memang tidak dapat menghindarkan diri dari terjadinya cedera tersebut.
Tubuh manusia merupakan campuran dari struktur lembut yang menakjubkan
dan mampu menimbulkan ketegangan yang hebat sekali. Bagaimanapun juga
semua itu ada batasnya. Ketika sedng mengalami cedera, pertama-tama
mesti merasakan sakit yang diderita. Kemudian menghendaki untuk memulai
bekerja atau melakukan aktivitas olahraga.
Dengan
adanya frekuensi dan beraneka ragam cedera yang dapat menimpah atlet,
terdapat suatu dilema yang sering terjadi, yaitu apakah cedera tersebut
harus diatasi dengan mendapatkan pertolongan medis.
Pandangan
tentang cedera olahraga didefinisikan oleh Suharto (2000:175) sebagai
berikut: “Cedera adalah hasil suatu tenaga berlebihan yang dilimpahkan
pada tubuh dan tubuh tidak dapat menahan atau menyesuaikan dirinya”.
Latihan olahraga apapun tidak terlepas dari kemungkinan mendapatkan
cedera.
Cedera
dapat dibedakan berdasarkan berat ringannya dan berdasarkan waktu
terjadinya. Suharto (2000:175) membagi hal tersebut, yang terdiri atas:
1. Berdasarkan berat ringannya, cidera dapat dibagi atas:
a. Cedera ringan
Biasanya tidak ada kerusakan yang berarti pada jaringan tubuh,misalnya
hanya nyeri di otot atau kram otot. Cedera ini tidak perlu penanganan
khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat.
b. Cedera berat
Terjadinya cedera serius pada jaringan tubuh sehingga perlu penanganan
khusus, misalnya robeknya otot, tendo, ligamen atau patah tulang.
2. Berdasarkan waktu terjadinya, cedera dapat dibagi atas:
a. Cedera akut
Cedera akut adalah cedera yang baru saja terjadi yang diikuti
tanda-tanda lokal, seperti nyeri, panas, bengkak dan terganggunya fungsi
tubuh yangcedera tersebut.
b. Cedera kronik
Yaitu cedera yang dapat dimulai oleh suatu episode akut yang jika
tidak ditangani dengan benar akan tetap menimbulkan keluhan berulang.
Sedangkan
Hartono Satmoko (1993:137) diungkapkan bahwa untuk cedera olahraga
dapat diklasifikasikan atas: (1) Cedera ringan atau tingkat pertama, (2)
Cedera sedang atau tingkat kedua, dan (3) Cedera berat atau tingkat
ketiga.
Untuk lebih jelasnya ketiga cedera yang diklasifikasikan akan diuraikan sebagai berikut:
(1) Cedera ringan atau tingkat pertama
Cedera
yang sangat ringan, dengan robekan yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop dengan keluhan minimal dan hanya sedikit saja atau tidak
mengganggu performance atlet yang bersangkutan,misalnya lecet, memar
atau sprain yang ringan.
(2) Cedera sedang atau tingkat kedua
Cedera
dengan kerusakan jaringan yang nyata,nyeri, bengkak, merah atau panas,
dengan gangguan fungsi yang nyata dan berpengaruh pada performance dari
atlet yang bersangkutan, misalnya lebam, otot robek atau strain otot,
ligamen robek atau sprain.
(3) Cedera berat atau tingkat ketiga
Cedera
dimana terjadi robekan lengkap atau hampir lengkap dari otot, ligamen
atau fraktur dari tulang, yang memerlukan istirahat total pengobatan
intensif dan bahkan mungkin operasi.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan cedera
Cedera
dapat disebabkan oleh dua jenis faktor. Yang pertama adalah faktor
intrinsik dan yang kedua faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor yang unsur-unsurnya sduah ada dalam diri atlet tersebut. Hal ini
meliputi kelemahan jaringan, infleksibilitas, atau kelebihan beban;
kesalahan biomekanik; kurangnya pengkondisian. Juga meliputi ukuran
tubuh keseluruhan, kemampuan kinerja, dan gaya bermain. Sedangkan faktor
ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang
dikendalikan dri luar seperti atlet-atlet lain atau permukaan bermain,
dan pelatihan atau kurang latihan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 1. berikut:
Tabel 1. Faktor-faktor yang menyebabkan cedera
Intrinsik Ekstrinsik
- Jaringan; kelemahan, infleksibilitas, kelebihan beban
- Kesalahan biomekanik
- Kurangnya penyesuaian
- Ukuran tubuh
- Kemampuan kinerja
- Gaya bermain - Perlengkapan yang salah
- Atlet lain
- Permukaan bermain
- Pelatihan
- Cuaca
Suharto (2000:176) juga mengemukakan tentang faktor terjadinya cedera olahraga, sebagai berikut:
1. Cedera akibat pengaruh dari luar (eksogen) misalnya:
a. Tabrakan yang keras pada sepakbola, pukulan pada karate
b. Benturan oleh alat-alat olahraga yang dipakai,misalnya raket, bola
c. Pengaruh lingkungan, misalnya lapangan yang tidak rata atau becek
d. Cara latihan yang salah,misalnya tidak melakukan pemanasan
2. Cedera akibat pengaruh dari dalam (endogen) misalnya;
a. Postur tubuh yang kurang baik, mislanya panjang tungkai tidak sama, skoliosis, lengkung kaki datar dan sebagainya.
b. Gerakan-gerakan latihan yang salah, misalnya cara memukul
c. Kelemahan otot atau kekuatan otot yangantagonis tidak seimbang
d. Keadaan fisik danmental yang tidak fit
Jenis
problema-problema medis karena olahraga, sebagaimana yang dikemukakan
oleh G La Cava Cs (1996:137) membagi hal tersebut dengan urutan tidak
menurut frekuensi dan berat ringannya jenis problema tersebut, sebagai
berikut:
1. Lecet, lepuh dan luka
2. Memar danlebam
3. Kram dan “stain” otot
4. Sprain sendi, dislokasi dan fraktur
5. Kelainan pada kepala, leher, tulang belakang dan pinggang
6. Kelainan pada dada dan perut
7. Cedera anggota badan atas
8. Cedera anggota badan bawah
9. Pingsan dan serangan tiba-tiba
10. Stres oleh karena senagatan panas
11. Infenksi, diare dan gangguan menstruasi
3. Prinsip-Prinsip Fisioterapi Cedera Olahraga
Dalam
setiap cabang kedokteran, pencegahan selalu jauh lebih baik daripada
pengobatan, dan demikian juga dalam kedokteran olahraga. Hal penting
lagi karena atlet yang berkompetisi seringkali harus berlatih dan
berlomba dengan performance yang maksimum. Problema-problema medis
ringan yang mengurangi performance fisik seorang sebesar 5%, seringkali
tidak terperhatikan oleh yang bukan atlet. Tetapi bagi seorang atlet
yang mengikuti kompetisi perbedaan 5% ini seringkali berarti perbedaan
antara menang dan kalah. Pada pencegahan cedera olahraga perlu
diperhatikan faktor-faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hartono
Satmoko (1993:140) sebagai berikut:
1. Fasilitas dan sarana pelindung
2. Kebugaran fisik dan psikologis
3. Latihan-latoihan yangprogresif dan perilaku olahraga
4. Latihan-latihan pemanasan, pendingian dan peregangan
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan tentang faktor-faktor tersebut agar lebih mudah dipahami.
Fasilitas
diusahakan dalam suatu keadaan sekitar yang aman dengan memperhatikan
keadaan yang ada seperti; (1) singkirkanlah batu, pecahan kaca, debu di
lintasan atau tempat yang akan dipergunakan. Hal ini akan mengurangi
jadinya luka lecet atau iris, (2) ratakan permukaan dan tutuplah
lubang-lubang yang ada untuk mencegah kecelakaan, jatuh, dan sprain dari
pergelangan kaki, dan (3) menyediakan ruang lebih yang cukup setelah
garis finish atai sekitar lapangan pertandingan, misalnya dengan
menyingkirkan penghalang-penghalang, penonton dankursi-kursi. Sedangkan
untuk sarana pelindung perlu dipergunakan, seperti; (1) pelindung
kepala, misalnya untuk tinju, bersepeda, (2) pelindung mata, misalnya
kacamata dengan lensa plastik atau gelas yang tidak dapat hancur-pecah
untuk squash, berenang. (3) pelindung bahu, siku, tubuh, kunci paha,
paha, lutut dan garas, misalnya untuk hoki, sepakbola dan bolavoli, dan
(4) sepatu, serta (5) pelindung kelamin.
Kebugaran
fisik dan psikologis, para atlet yang kurang bugar bila berusaha untuk
menyangi lawan-lawan yangf lebih bugar, lebih besar kemungkinan untuk
mendapat cedera karena kontak atau stres yang berlebihan (misalnya
strain dan sprain) dan problema-problema medis lain (misalnya kelelahan
dan sengatan panas). Sedangkan latihan-latihan yang progresif, perlu
ditekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan
prinsip spesifisitas dari latihan.
Fisioterapi
olahraga dapat didefiniskan sebagai penggunaan terapi manual (dengan
tangan) dan unsur-unsur elektro-fisika seperti panas, dingin,
elektro-terapi dan latihan fisik untuk menghasilkan suatu respons
penyembuhan dan rehabilitasi pada cedera dan problema-problema medis
lain yang berkaitan dengan olahraga. Tujuan dari fisioterapi olahraga
dalam pengobatan cedera olahraga, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Hartono Satmoko (1993:137) sebagai berikut:
1. Mengurangi rasa nyeri
2. Mengurangi pembengkakan pasca-cedera
3. Mengurangi spasme otot dan mengusahakan relaksasi
4. Memperbaiki
pengaliran darah lokal dan dengan demikian merangsang penyembuhan
dengan cara menambah penyediaan dari oksigen dan bahan gizi, dan
mengangkut bahan sisa
5. Mencegah terjadinya perlekatan dan fibrosis secara berlebihan
6. Mempertahankan atau meningkatkan lingkup gerak sendi
7. Menguatkan otot dan jaringan penyangga yang mengalami cedera maupun yang tidak.
Gejala-gejala
terjadinya cedera olahraga dapat berupa rasa nyeri, bengkak, memar dan
tidak dapat berfungsinya organ tubuh yang cedera. Sangatlah penting
mengenal gejala-gejala terjadinya cedera olahraga agar sedapat mungkin
dan secepat mungkin cedera dapat dihindari. Oleh karena itu fisioterapi
yang diberikan secara teratur dan bijaksana membantu menghasilkan suatu
penyembuhan fungsional yang lebih baik. Kecenderungan untuk mendapat
kembali cedera yang sama juga dikurangi.
4. Perawatan Cedera
Untuk
menangani cedera olahraga tergantung dari jenis cedera yang dialami.
Yang pertama harus diperhatikan apakah cedera tersebut mengeluarkan
darah atau tidak. Cedera dalam latihan olahraga, yang paling sering
dijumpai adalah cedera terkena benturan, kejang otot dan keseleo.
Penanganan pertama bagi cedera tersebut, yaitu dengan menerapkan RICE.
Cara menerapkan metode RICE adalah:
a. R : Rest (diitirahatkan)
Segera
menghentikan aktifitas bila terjadi cedera. Bila aktifitas tetap
dianjurkan dapat memperberat cedera. Istirahat total hanya selama 24 jam
pertama (tergantung berat cedera) kemudian dapat dimulai dengan
mobilisasi secara bertahap.
b. I : Ice (didinginkan dengan es)
Mendinginkan
lokasi cedera dengan mengompres dengan es selama 10 - 15 menit tiap
kali, dapat diulangi sampai beberapa kali dengan interval 30 – 45 menit
c. C : Compression (balut tekan, kompres0 dengan elatis perban
Tujuannya adalah untuk mengurangi pembengkakan dan mengurangi pergerakan.
d. E : Elevation (ditinggikan)
Mengangkat
bagian yang cedera lebih tinggi dari letak jantung. Tujuannya adalah
untuk mengurnagi pembengkakan dan mengurangi pendarahan.
5. Cabang olahraga beladiri
Prinsip
semua teknik dalam olahraga beladiri adalah maksimumkan konsentrasi
pada kekuatan seluruh tubuh dengan tujuan menangkis dan menyerang. Arah
pukulan adalah tempat dari konsentrasi dari kekuatan ini. secara
teoritis, semua permukaan keras pada tubuh dapat dipertimbangkan sebagai
arah pukulan, tetapi hanya bagian-bagian dan posisi yang dimana
kekuatan tubuh dapat dikonsentrasikan dengan mudah. Arah pukulan adalah
senjata utama seorang karate-ka. Tidak seperti senjata lain, tidak dapat
dibeli langsung, tetapi harus ditempa disebuah landasan pelatihan dan
disiplin seseorang.
Pengertian
Karate-Do menurut bahasa Jepang yaitu: Kara = kosong, te = tangan, Do =
jiwa, jika dirangkaikan pengertian dari kata tersebut maka bermakna
sebagai seni beladiri tangan kosong sedangkan pengertian karate-Do
menurut majelis sabuk hitam (MSH) Lemkari Sulawesi Selatan sebagai
berikut:
Karate-Do
adalah seni keperkasaan yang tujuan akhirnya bukan menentukan sikap
menang dansiapa kalah melainkan mencapai perpaduan antara ucapan dan
usaha menuju kesempurnaan karakter, melalui tahapan yang dimulai dari
pengalaman latihan yang paling besar.
Dengan
demikian dari segi arti memberikan gambaran bahwa Karate-Do mengandung
pengertian yang tinggi. Oleh karena merupakan suatu upaya untuk
memadukan antara kemampuan jiwa dan fisik.
Dari
masalah yang telah dirumuskan, maka setiap penelitian yang dilaksanakan
tentu memiliki tujuan. Adapun tujuan penelitian diadakan adalah,
sebagai berikut: (1). Untuk mengetahui jenis cedera yang sering dialami
oleh atlet beladiri Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar. (2).
Untuk mengetahui penyebab terjadinya cedera pada atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar. (3). Untuk mengetahui usaha
yang dilakukan pelatih saat atlet mengalami cedera pada atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar. (4). Untuk mengetahui usaha
yang dilakukan atlet setelah mengalami cedera pada atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar.
Sebuah
penelitian dapat dikatakan memiliki arti penting bilamana manfaat yang
postif terhadap perkembangan olahraga tersebut. Dengan demikian manfaat
penelitian ini adalah, sebagai berikut: (1). Sebagai bahan informasi
dalam mencegah dan mengantisipasi cedera pada olahraga beladiri,
sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan pada pengobatannya. (2). Bagi
atlet dan pelatih agar dapat melakukan dan melaksanakan latihan yang
sesungguhnya, agar tidak terjadi cedera yang fatal. (3). Sebagai bahan
informasi untuk penelitian selanjutnya yang meneliti tentang
permasalahan yang sama.
Metodologi Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang berbentuk
analisis dan presentase dengan melalui survey. Arikunto (1992:54),
mengatakan bahwa: “Variabel merupakan obyek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Sedangkan Sudjana (1988:48)
mengatakan bahwa : “Variabel secara sederhana dapat diartikan ciri dari
individu, obyek, gejala dan peristiwa yang dapat diukur secara
kuantitatif atau kualitatif”. Variabel penelitian ini terdiri dari
cedera olahraga sebagai variabel bebas dan variabel terikat adalah atlet
beladiri Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar.
Agar
lebih terarah pelaksanaan latihan maupun pengumpulan data penelitian,
maka perlu diberi batasan-batasan atau definisi operasional tiap
variabel yang terlibat. (1). Jenis cedera; Jenis cedera yang dimaksud
adalah sifat-sifat atau keadaan cedera yang dialami oleh atlet saat
latihan maupun pertandingan. (2). Faktor penyebab; Faktor penyebab yang
dimaksud adalah sesuatu hal atau keadaan peristiwa yang ikut menyebabkan
atau mempengaruhi terjadinya cedera yang dialami atlet saat latihan
maupun pertandingan. (3). Usaha pelatih; Usaha pelatih yang dimaksud
adalah kemampuan pelatih dalam menanggulangi cedera yang dialami atlet,
baik saat dan setelah melakukan latihan maupun pertandingan. (4). Usaha
atlet; Usaha atlet yang dimaksud adalah kemampuan atlet dalam
menanggulangi cedera yang dialami, baik saat dan setelah melakukan
latihan maupun pertandingan.
Dalam
suatu penelitian, biasanya diperlukan suatu desain penelitian. Hal ini
penting, karena merupakan landasan atau kerangka dasar yang dijadikan
pijakan sekaligus acuan untuk melaksanakan penelitian yang sesungguhnya.
Model / rancangan penelitian ini dapat di gambarkan pada Tabel berikut :
Tabel 1. Model / rancangan Penelitian
Pola Cedera Olahraga Sasaran
1. Jenis cedera
2. Faktor penyebab
3. Usaha pelatih
4. Usaha atlet
Atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar
Dari
Tabel 1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini arahnya adalah
untuk mengungkapkan gambaran tentang jenis cedera, faktor penyebab,
usaha pelatih dan atlet dalam cedera pada atlet beladiri Mahasiswa FIK
Universitas Negeri Makassar.
Setiap
penelitian tentunya selalu menggunakan obyek untuk diteliti atau
diistilahkan dengan populasi. Arikunto (1993:102) mendefinsikan populasi
sebagai berikut : “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”.
Berarti populasi adalah keseluruhan dari individu yang dijadikan obyek
penelitian. Populasi suatu penelitian harus memiliki karakteristik yang
sama atau hampir sama. Olehnya itu yang menjadi populasi pada penelitian
ini adalah seluruh atlet beladiri pada Mahasiswa FIK Universitas Negeri
Makassar.
Penelitian
ilmiah tidak selamanya mutlak harus meneliti jumlah keseluruhan obyek
yang ada (populasi), melainkan dapat pula mengambil sebagian dari
populasi yang ada. Dengan kata lain bahwa yang dimaksudkan yaitu sampel.
Arikunto (1987:104) menjelaskan bahwa : “Sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti”. Ali (1985:54) memberikan pengertian bahwa
: “Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang
diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil
dengan menggunakan teknik tertentu”.
Sampel
adalah sebagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian. Alasan
dari penggunaan sampel adalah keterbatasan waktu, tenaga dan banyaknya
populasi. Dengan demikian sampel yang digunakan adalah atlet beladiri
Mahasiswa FIK Universitas Negeri Makassar 30 orang.
Adapun
teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
angket. Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar
pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden. Untuk memperoleh daya
yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik, yaitu seperangkat
instrumen yang berupa kuesioner dengan harapan bahwa responde diminta
untuk memberi jawaban.
Dalam
proses penggunaan angket ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: (1).
Mempersiapkan angket. Angket yang dipersiapkan terdiri atas beberapa
bagian, yaitu bagian pertama pengantar, bagian kedua petunjuk-petunjuk
tentang pengisian angket, bagian ketiga memuat sejumlah
pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data yang
diperlukan dan bagian yang keempat adalah identitas responden. (2).
Mengedarkan angket. Dalam mengedarkan angket, peneliti terlebih dahulu
meminta izin kepada pengda olahraga beladiri, kemudian menghubungi
pengurus cabang beladiri Makassar. (3). Memeriksa jawaban angket.
Setelah angket dikumpulkan, selanjutnya peneliti memeriksa angket yang
telah diisi oleh responden.
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan rancangan analisis deskriptif dengan
cara mempersentasekan jawaban pada setiap pertanyaan. Adapun rumus
persentil yang digunakan sebagai berikut :
n
% = x 100 %
N
Dimana :
% = Persentase
n = Frekuensi yang dicapai untuk setiap pilihan
N = Jumlah sampel
(Ali, 1985:184)
Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam
bab ini dikemukakan penyajian hasil analisis data, selanjutnya hasil
analisis data dibahas guna dapat memberikan kesimpulan penelitian yang
tepat dan akurat.
1. Bagian tubuh atlet yang sering cedera pada saat latihan
Dari
hasil penelitian tentang bagian tubuh atlet beladiri yang sering cedera
pada saat latihan, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak
bahwa hasil data tentang bagian tubuh yang sering cedera saat latihan
pada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, pada bagian
kepala 3 responden atau 10%, bagian tangan 4 responden atau 13,33%,
bagian badan 8 responden atau 26,67% dan pada bagian kaki 15 responden
atau 50%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atlet beladiri yang
sering bagian tubuhnya cedera pada saat latihan adalah bagian kaki.
Berarti dari jumlah responden yang ada ternyata rata-rata cedera yang
dialami oleh atlet beladiri mahasiswa FIK UNM adalah bagian kaki.
2. Bagian tubuh yang sering cedera pada saat pertandingan
Dari
hasil penelitian tentang bagian tubuh atlet beladiri yang sering cedera
pada saat pertandingan, maka gambaran lengkap hasil data, nampak bahwa
hasil data tentang bagian tubuh yang sering cedera saat pertandingan
pada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, pada bagian
kepala 6 responden atau 20%, bagian tangan 8 responden atau 26,67%,
bagian badan 6 responden atau 20% dan pada bagian kaki 7 responden atau
23,33%, serta ada 3 atau 10% atlet beladiri yang tidak pernah cedera
selama ikut pertandingan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atlet
beladiri yang sering bagian tubuhnya cedera pada saat pertandingan
adalah bagian kepala, tangan, badan, dan kaki.
3. Atlet beladiri yang pernah cedera di luar latihan dan pertandingan
Dari
hasil penelitian tentang bagian tubuh atlet beladiri yang sering cedera
pada di luar latihan dan pertandingan, maka gambaran lengkap hasil data
tersebut, nampak bahwa hasil data tentang bagian tubuh yang sering
cedera di luar latihan dan pertandingan pada atlet beladiri mahasiswa
FIK UNM dari 30 responden, pada bagian kepala 1 responden atau 3,33%,
bagian tangan 5 responden atau 16,67%, bagian badan 2 responden atau
6,67% dan pada bagian kaki 12 responden atau 40%, serta 10 responden
atau 33,33% atlet beladiri yang tidak pernah cedera di luar latihan dan
pertandingan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masih ada atlet
beladiri yang sering bagian tubuhnya cedera pada di luar latihan dan
pertandingan.
4. Atlet beladiri yang pernah mengalami patah tulang
Dari
hasil penelitian tentang atlet beladiri yang pernah mengalami patah
tulang, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil
data tentang atl;et yang pernah patah tulang pada atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, yang pernah mengalami “Ya” sebanyak
2 responden atau 6,67%, dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 28
responden atau 93,33%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atlet
beladiri yang dijadikan sampel penelitian ada yang pernah patah tulang
antara lain; pada bagian jari-jari dan kaki.
5. Atlet yang pernah mengalami sendi lepas (dislokasi)
Dari
hasil penelitian tentang atlet beladiri yang pernah mengalami sendi
lepas (dislokasi), maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak
bahwa hasil data tentang atlet yang pernah patah tulang pada atlet
beladiri mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, yang pernah mengalami “Ya”
sebanyak 1 responden atau 3,33%, dan yang tidak pernah mengalami
sebanyak 29 responden atau 96,67%. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa atlet beladiri yang dijadikan sampel penelitian ada yang pernah
dislokasi antara lain; pada bagian pergelengan tangan.
6. Atlet yang pernah mengalami keseleo (salah urat)
Dari
hasil penelitian tentang atlet beladiri yang pernah mengalami patah
tulang, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil
data tentang atlet yang pernah patah tulang pada atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, yang pernah keseleo (salah urat)
sebanyak 17 responden atau 56,67%, dan yang tidak pernah mengalami
keseleo sebanyak 13 responden atau 43,33%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa atlet beladiri yang dijadikan sampel penelitian
rata-rata pernah mengalami keseleo (salah urat). Bagian yang sering
terjadi keseleo (salah urat) antara lain; pada bagian jari-jari, lengan,
lutut serta kaki.
7. Atlet yang pernah mengalami luka memar
Dari
hasil penelitian tentang atlet beladiri yang pernah mengalami luka
memar, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil
data tentang atlet yang pernah mengalami luka memar pada atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, yang pernah mengalami luka memar
sebanyak 28 responden atau 6,67%, dan yang tidak pernah mengalami luka
memar sebanyak 2 responden atau 93,33%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa atlet beladiri yang dijadikan sampel penelitian
rata-rata pernah mengalami luka memar. Bagian yang sering mengalami luka
memar antara lain; pada bagian muka, kepala, dada, pelipis, pipi,
bibir, pundak, lengan, betis dan kaki.
8. Perasaan atlet setelah mengalami cedera
Dari
hasil penelitian tentang perasaan atlet setelah mengalami cedera, maka
gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang
perasaan atlet setelah mengalami cedera pada atlet beladiri mahasiswa
FIK UNM dari 30 responden, untuk sesak napas / susah bernapas sebanyak 2
responden atau 6,67%, sakit pada bekas cedera sebanyak 8 responden atau
26,67%, tidak kuat mengangkat beban berat sebanyak 1 responden atau
3,33%, trauma atau takut bertanding lagi sebanyak 2 responden atau
6,67%, dan takut latihan lagi tidak ada responden atau 0%, serta
sebanyak 17 responden atau 56,67% menyatakan tidak ada perasaan apa-apa
setelah mengalami cedera. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masih
ada atlet beladiri yang memiliki perasaan setelah mengalami cedera atau
akibat cedera.
9. Kelainan yang dialami atlet beladiri sebelum mengikuti latihan atau pertandingan
Dari
hasil penelitian tentang kelainan yang dialami atlet sebelum mengikuti
latihan atau pertandingan, maka gambaran lengkap hasil data tersebut,
nampak bahwa hasil data tentang kelainan yang dialami atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM sebelum mengikuti latihan atau pertandingan dari 30
responden, untuk kelainan Asma sebanyak 1 responden atau 3,33%,
batuk-batuk kering sebanyak 2 responden atau 6,67%, pusing-pusing
sebanyak 2 responden atau 6,67%, tidak bergairah sebanyak 3 responden
atau 10%, dan tidak ada kelainan sebanyak 22 responden atau 73.33%,
serta tidak ada responden atau 0% untuk kelainan bronchitis. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa masih ada atlet beladiri yang memiliki
kelainan jauh sebelum mengikuti latihan atau pertandingan pada cabang
olahraga beladiri .
10. Kelainan yang pernah dialami atlet setelah menderita cedera
Dari
hasil penelitian tentang kelainan yang dialami atlet setelah menderita
cedera, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil
data tentang kelainan yang dialami atlet beladiri mahasiswa FIK UNM
setelah menderita cedera dari 30 responden, untuk kelainan cepat lelah
dalam latihan/pertandingan sebanyak 4 responden atau 13,33%, jantung
berdebar-debar sebanyak 3 responden atau 10%, denyut nadi terlalu cepat
sebanyak 4 responden atau 13,33%, denyut nadi lambat sebanyak 1
responden atau 3,33%, dan tidak ada kelainan sebanyak 18 responden atau
60%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masih ada kelainan yang
dialami atlet beladiri mahasiswa FIK UNM setelah menderita cedera.
11. Penyebab atlet sehingga pernah pingsan
Dari
hasil penelitian tentang penyebab atlet sehingga pernah pingsan, maka
gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang
penyebab atlet beladiri mahasiswa FIK UNM sehingga pernah pingsan dari
30 responden, untuk kecelakaan sebanyak 2 responden atau 6,67%, cedera
olahraga sebanyak 1 responden atau 3,33%, terlalu lelah latihan sebanyak
3 responden atau 10%, akibat pertandingan sebanyak 1 responden atau
3,33%, kurang minum sebanyak 1 responden atau 3,33%, dan tidak pernah
mengalami pingsan sebanyak 22 responden atau 73,33%. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa masih ada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM yang
sering mengalami pingsan.
12. Yang pernah dialami oleh atlet setelah latihan/pertandingan
Dari
hasil penelitian tentang yang dialami atlet beladiri mahasiswa FIK UNM
setelah latihan atau pertandingan, maka gambaran lengkap hasil data
tersebut, nampak bahwa hasil data tentang kelainan yang dialami atlet
beladiri mahasiswa FIK UNM setelah latihan atau pertandingan dari 30
responden, untuk susah buang air kecil setelah latihan atau pertandingan
sebanyak 3 responden atau 10%, susah buang air besar setelah latihan
atau pertandingan sebanyak 2 responden atau 6,67%, warna urine keruh
sebanyak 1 responden atau 3,33%, warna urine seperti teh sebanyak 2
responden atau 6,67%, warna urine sangat kuning sebanyak 3 responden
atau 10%, dan tidak ada yang dialami atlet sebanyak 19 responden atau
63,33%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masih ada kelainan yang
dialami atlet beladiri mahasiswa FIK UNM setelah latihan atau
pertandingan.
13. Perasaan atlet saat terjadi cedera
Dari
hasil penelitian tentang perasaan atlet saat terjadi cedera, maka
gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang
perasaan atlet beladiri mahasiswa FIK UNM saat terjadi cedera dari 30
responden, perasaan gelisah sebanyak 6 responden atau 20%, tegang
sebanyak 4 responden atau 13,33%, tidak percaya diri sebanyak 1
responden atau 3,33%, frustrasi sebanyak 2 responden atau 6,67%,
pusing-pusing sebanyak 3 responden atau 10%, tidak sadar sebanyak 0
responden atau 0%, tenang-tenang saja banyak 11 responden atau 36,67%,
dan responden yang tidak mengalami perasaan sebanyak 3 responden atau
10%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada saat terjadi cedera
atlet beladiri mahasiswa FIK UNM rata-rata masih mengalami perasaan
kelainan.
14. Usaha pelatih saat terjadi atlet cedera
Dari
hasil penelitian tentang usaha pelatih saat terjadi atlet cederai, maka
gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang
usaha pelatih saat terjadi atlet cedera dari 30 responden, menenangkan
hati atlet sebanyak 4 responden atau 13.33%, membawa atlet ke dokter
pertandingan sebanyak 3 responden atau 10%, mengobati atlet dengan
kemampuan sendiri sebanyak 5 responden atau 16,67%, membawa atlet ke
dukun sebanyak 1 responden atau 3,33%, memarahi atlet sebanyak 1
responden atau 3,33%, dan tidak peduli dengan cedera yang dialami oleh
atlet sebanyak 16 responden atau 53,33%, serta tidak ada pelatih yang
menyalahkan atlet saat terjadi cedera. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada saat terjadi cedera atlet beladiri mahasiswa FIK
UNM pelatih memiliki usaha untuk mengantisipasi cedera tersebut.
15. Pelatih selalu memberikan latihan khusus untuk meningkatkan kondisi fisik pada saat latihan
Dari
hasil penelitian tentang pelatih selalu memberikan latihan khusus untuk
meningkatkan kondisi fisik pada saat latihan, maka gambaran lengkap
hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang pelatih selalu
memberikan latihan khusus untuk meningkatkan kondisi fisik pada saat
latihan atlet beladiri mahasiswa FIK UNM dari 30 responden, yang pernah
sebanyak 20 responden atau 66,67%, kadang-kadang sebanyak 7 responden
atau 23,33%, dan yang tidak pernah sebanyak 3 responden atau 10%. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pelatih beladiri mahasiswa FIK UNM
rata-rata selalu memberikan latihan khusus untuk meningkatkan kondisi
fisik pada saat latihan.
16. Jumlah latihan kondisi fisik dalam seminggu
Dari
hasil penelitian tentang jumlah latihan kondisi fisik dalam seminggu
yang diberikan pelatih, maka gambaran lengkap hasil data tersebut,
nampak bahwa hasil data tentang jumlahlatihan kondisi fisik dalam
seminggu yang diberikan pelatih pada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM
dari 30 responden, jumlah latihan 1 kali seminggu sebanyak 4 responden
atau 13,33%, 2 kali seminggu sebanyak 7 responden atau 23,33%, 3 kali
seminggu sebanyak 14 responden atau 46,67%, dan lebih dari 3 kali
seminggu sebanyak 5 responden atau 16,67%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pelatih beladiri mahasiswa FIK UNM rata-rata selalu
memberikan latihan khusus untuk meningkatkan kondisi fisik pada saat
latihan sebanyak 3 kali seminggu.
17. Jumlah latihan teknik dalam seminggu
Dari
hasil penelitian tentang jumlah latihan teknik dalam seminggu yang
diberikan pelatih, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak
bahwa hasil data tentang jumlah latihan teknik dalam seminggu yang
diberikan pelatih pada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM dari 30
responden, jumlah latihan 1 kali seminggu sebanyak 2 responden atau
6,67%, untuk 2 kali seminggu sebanyak 3 responden atau 10%, untuk 3 kali
seminggu sebanyak 17 responden atau 56,67%, dan lebih dari 3 kali
seminggu sebanyak 8 responden atau 26,67%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pelatih beladiri mahasiswa FIK UNM rata-rata selalu
memberikan latihan teknik sebanyak 3 kali seminggu.
18. Atlet yang berlatih hanya menjelang pertandingan
Dari
hasil penelitian tentang atlet yang berlatih hanya menjelang
pertandingan, maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa
hasil data tentang atlet yang berlatih hanya menjelang pertandingan dari
30 responden, klasifikasi “Ya” sebanyak 6 responden atau 10%,
kadang-kadang sebanyak 3 responden atau 10%, dan yang tidak pernah
sebanyak 21 responden atau 70%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
atlet beladiri mahasiswa FIK UNM rata-rata selalu latihan walaupun
tidak ada pertandingan.
19. Atlet yang mendapat latihan kekuatan
Dari
hasil penelitian tentang atlet yang mendapat latihan kekuatan, maka
gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data tentang
atlet beladiri yang mendapat latihan kekuatan dari 30 responden, yang
pernah sebanyak 19 responden atau 63,33%, kadang-kadang sebanyak 1
responden atau 3,33%, dan yang tidak pernah sebanyak 10 responden atau
33,33%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM rata-rata selalu mendapat latihan kekuatan pada saat
proses latihan. Latihan kekuatan tersebut, seperti, kekuatan otot perut,
lengan, dan tungkai.
20. Latihan yang pernah diberikan oleh pelatih
Dari
hasil penelitian tentang jumlah latihan yang pernah diberikan pelatih,
maka gambaran lengkap hasil data tersebut, nampak bahwa hasil data
tentang latihan yang pernah diberikan oleh pelatih beladiri mahasiswa
FIK UNM dari 30 responden, untuk mengangkat beban yang berat sebanyak 3
responden atau 10%, untuk lari jarak jauh sebanyak 4 responden atau
13,33%, untuk latihan peregangan sebanyak 10 responden atau 33,33%,
untuk kecepatan sebanyak 3 responden atau 10%, dan teknik dlam
pertandingan sebanyak 10 responden atau 33,33%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pelatih beladiri mahasiswa FIK UNM rata-rata selalu
memberikan latihan-latihan yang bervariasi.
21. Usaha atlet setelah terjadi cedera
Dari
hasil penelitian tentang usaha atlet setelah terjadi cedera, maka
gambaran lengkap hasil data, nampak bahwa hasil data tentang usaha atlet
setelah terjadi cedera dari 30 responden, mengobati sendiri sebanyak 8
responden atau 26,67%, pergi ke dukun sebanyak 4 responden atau 13,33%,
pergi ke dokter sebanyak 6 responden atau 20%, dan tidak mau berbuat
sebanyak 12 responden atau 40%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pada saat terjadi cedera atlet beladiri mahasiswa FIK UNM memiliki
usaha untuk mengantisipasi cedera tersebut dengan berbagai cara walaupun
masih adanya atlet yang tidak mau berobat atau tidak memperdulikan
cedera yang dialami.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil analisis data yang yang telah diuraiakan sebelumnya, maka perlu
adanya pembahasan lebih lanjut guna untuk mengetahui hasil dari
penelitian. Hasil penelitian yang dibahas merupakan jawaban dari rumusan
masalah yang diturunkan pada bab sebelumnya.
Jenis
cedera yang sering dialami oleh atlet beladiri mahasiswa FIK UNM.
Berdasarkan dari hasil pengolahan data ternyata atlet beladiri yang ada
, jenis cedera yang dialami para atlet beladiri yang ada masih
tergolongan ringan dan sedang. Sebab cedera yang dialami hanya sekitar
memar atau luka robek yang tidak membutuhkan istirahat yang begitu lama
atau operasi. Cedera yang ada di bagian kepala misalnya, hanya lebam
pada pipi, alis, muka, dan robek pada bagian alis dan bibir. Untuk
bagian badan rata-rata dibagian dada, bahu ddan perut. Demikian juga
pada bagian tangan dan kaki. Akan tetapi jenis cedera yang diderita pada
saat latihan lebih dominan pada bagian kaki, sedangkan disaat
bertanding tidak ada yang lebih menonjol.
Penyebab
terjadinya cedera pada olahraga beladiri mahasiswa FIK UNM. Berdasarkan
dari hasil pengolahan data ternyata atlet beladiri yang ada , penyebab
terjadinya cedera adalah kurangnya istirahat, tidur disaat mau latihan,
kurangnya pemanasan, dan beratnya latihan serta kurang minum. Akibat
dari hal tersebut, terkadang atlet memiliki kelainan setelah mengalami
cedera, seperti cepat lelah dalam latihan atau pertandingan, jantung
berdebar-debar, denyut nadi terlalu cepat, denyut nadi terlalu lambat.
Sehingga atlet disaat melakukan latihan atau pertandingan mengalami
kelainan khususnya pada susah buang air kecil, susah buang air besar,
warna urine keruh, merah (seperti teh), dan kuning. Dari hal tersebut
mengakibatkan perasaan atlet setelah mengalami cedera adalah gelisah,
tegang, tidak percaya diri, frustrasi, dan pusing-pusing. Akan tetapi
tidak semua atlet beladiri yang ada yang dijadikan sampel mengalami hal
tersebut. Sebab atlet tersebut tahu dan mengerti apa yang dilakukan
serta resiko disaat latihan maupun pertandingan pada cabang olahraga
beladiri khususnya pada beladiri .
Usaha
yang dilakukan pelatih saat atlet mengalami cedera pada olahraga
beladiri mahasiswa FIK UNM. Berdasarkan dari hasil pengolahan data
ternyata pelatih beladiri yang ada , memiliki kemampuan atau usaha dalam
mengatasi atau mengantisipasi setiap cedera yang dialami oleh atlet.
Usaha-usaha yang dilakukan pelatih disaat mendapat hal tersebut
diantaranya; menenangkan hati atlet, membawa kedokter, mengobati dengan
kemampuan sendiri, dan terkadang pelatih membawa ke dukun serta memarahi
atlet yang mengalami cedera. Namun masih ada atlet yang mendapat
perlakuan yang tidak sesuai dari atlet-atlet lain dalam pelayanan disaat
mendapat cedera, sebab masih ada pelatih yang kurang memiliki pemahaman
tentang akibat latihan yang diberikan atau tidak mempedulikan sama
sekali apa yang dialami oleh atlet.
Usaha
yang dilakukan atlet setelah mengalami cedera pada olahraga beladiri
mahasiswa FIK UNM. Berdasarkan dari hasil pengolahan data ternyata atlet
beladiri yang ada , memiliki kemampuan atau usaha dalam mengatasi atau
mengantisipasi setiap cedera yang dialaminya sendiri. Usaha-usaha
tersebut diantaranya adalah mengobati sendiri, pergi kedokter, dan pergi
kedukung. Serta atlet yang bandel dan merasa mampu mengatasi sendiri
tidak mau berobat sama sekali.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
dari hasil pengolahan data dengan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1). Jenis cedera yang sering dialami oleh atlet beladiri
mahasiswa FIK UNM masih tergolongan jenis cedera golongan atau tingkat
pertama dan kedua yaitu ringan dan sedang. (2). Penyebab terjadinya
cedera pada atlet beladiri mahasiswa FIK UNM adalah akibat dari
kurangnya pemanasan dan istirahat. (3). Usaha yang dilakukan pelatih
saat atlet mengalami cedera pada olahraga beladiri mahasiswa FIK UNM
adalah rata-rata melakukan pengobatan sendiri dan menenangkan hati
atletnya. (4). Usaha yang dilakukan atlet setelah mengalami cedera pada
olahraga beladiri mahasiswa FIK UNM adalah mengobati sendiri.
Berdasarkan
dari hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas,maka dapat
disarankan bahwa : (1). Bagi atlet agar supaya melakukan pemanasan
dengan baik khususnya pada peregangan atau kelentukan, untuk menghindari
terjadinya cedera. Disamping itu atlet agar tidak melakukan
gerakan-gerakan yang belum otomatisasi atau dikuasai. (2). Bagi pelatih
agar supaya memperhatikan program latihan yang diberikan serta mampu
memperhatikan atlet yang mengalami cedera dan melayani minimal dapat
mengantisipasi kemungkinan terjadinya cedera khususnya disaat melakukan
komite. (3). Bagi pengembangan ilmu khususnya bidang olahraga beladiri ,
agar kiranya memperhatikan sistem pelatihan yang ada pada cabang
olahraga tersebut. Agar supaya mampu memberikan hasil yang optimal dalam
pencapaian prestasi yang lebih baik.