Bicara tentang pandangannya tentang karate,
Nakayama mempunyai konsep yang lebih luas. Jika sebagian orang menyatakan
manfaat karate adalah untuk meningkatkan kondisi fisik, maka Nakayama
menjabarkannya dengan lebih luas. Menurut Nakayama karate adalah sebuah latihan
fisik yang menggerakkan seluruh anggota tubuh ke segala arah baik berurutan dan
bersamaan.
Dengan
didukung tekad yang kuat, hanya berbekal tangan kosong saja seseorang mampu
melancarkan teknik yang terkontrol baik ke sasaran. Dengan demikian teknik
karate yang dilakukan dengan benar seharusnya efektif meski menghadapi lawan
seperti apapun. Meski Nakayama membenarkan fungsi karate sebagai bela diri,
ditegaskan olehnya bahwa tujuan karate sejak dulu hingga kini masih sama. Hal
itu adalah sebagai dasar yang kuat untuk mengembangkan setiap individu baik
secara emosi, fisik dan spiritual.
Dalam
beberapa tulisan dan wawancara dengannya, Nakayama menegaskan bahwa karate
lebih dari sekedar menang atau kalah. Karate adalah “alat” untuk mengatasi
tantangan tidak hanya dalam berlatih, namun juga dalam hidup ini. Keyakinan ini
masih berhubungan dengan konsep “do” (jalan, arah) yang pernah diutarakan
Funakoshi. Bagi Nakayama konsep “do” menjadikan seni karate digunakan sebagai
cara untuk mencapai kebajikan dan kesempurnaan karakter. Dimana untuk
mencapainya butuh proses sepanjang hidup karena di dunia ini tiada seorangpun
yang sempurna. Diutarakan olehnya:
”Kemajuan
seseorang dalam seni karate-do mirip dengan menaiki sebuah tangga atau
melangkah di jalan yang curam. Seiring tubuh dan pikiran yang tumbuh bersamaan,
seseorang akan terus melangkah ke depan dan naik, satu langkah dalam satu
waktu.”
Barangkali sudah bukan rahasia lagi jika Nakayama dituding sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas munculnya kompetisi karate (sport karate). Akibat tindakan itu banyak orang memujinya meski tidak sedikit pula yang mencelanya. Mereka yang memuji umumnya berasal dari generasi baru karate Jepang yaitu pasca Perang Dunia II. Saat itu banyak anak muda Jepang yang ingin melihat karate dapat dipertandingkan seperti baseball atau basket. Mereka berharap kompetisi karate dapat menjadi semacam obat bagi Jepang yang telah kalah perang. Selain itu anak muda Jepang juga ingin melanjutkan kumite yang sempat diperkenalkan sebelumnya.
Barangkali sudah bukan rahasia lagi jika Nakayama dituding sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas munculnya kompetisi karate (sport karate). Akibat tindakan itu banyak orang memujinya meski tidak sedikit pula yang mencelanya. Mereka yang memuji umumnya berasal dari generasi baru karate Jepang yaitu pasca Perang Dunia II. Saat itu banyak anak muda Jepang yang ingin melihat karate dapat dipertandingkan seperti baseball atau basket. Mereka berharap kompetisi karate dapat menjadi semacam obat bagi Jepang yang telah kalah perang. Selain itu anak muda Jepang juga ingin melanjutkan kumite yang sempat diperkenalkan sebelumnya.
Nakayama
melihat hal itu sebagai kesempatan untuk mempopulerkan karate yang sempat
terhenti akibat krisis perang. Dengan melakukan berbagai riset, Nakayama mulai
membandingkan karate dengan peraturan cabang olah raga lain. Dengan latar
belakangnya sebagai profesor bidang olah raga, Nakayama tidak menemui kesulitan
yang berarti. Hasilnya adalah turnamen karate JKA pertama yang digelar tahun
1957 di Tokyo.
Acara itu sukses besar hingga publik Jepang rela berdesakan di dalam gedung
menyaksikan momen yang diakui bersejarah sekaligus revolusioner. Begitu
hebohnya hingga negara barat juga kagum dengan keberhasilan Jepang menggelar
acara semegah itu. Peristiwa itu seakan menghapus memori buruk akibat serangan
bom atom yang masih menyisakan trauma hingga kini.
Namun
ternyata tidak semua pihak turut gembira dengan kesuksesan Nakayama dan JKA.
Dibelakang gemerlap kompetisi karate yang pertama itu terbersit penyesalan dan
kekecewaan dari murid-murid senior Funakoshi. Mereka seakan tidak percaya JKA
berani melanggar larangan Funakoshi dengan terang-terangan. Bahkan tidak
sedikit yang kemudian menganggap Nakayama dan JKA telah mengkhianati cita-cita
Funakoshi. Namun mereka yang kecewa dengan hal itu memilih untuk tidak
mengumbar konfrontasi terbuka. Mereka lebih memilih menyatukan mengumpulkan
rekan-rekannya yang masih mempunyai tujuan sejalan dengan prinsip Funakoshi.
Dengan tegas mereka menyatakan menarik diri dari segala turnamen, komersialisasi
karate dan berharap para antusias karate di dunia akan mengetahui perbedaan
antar dua kelompok itu.
Meskipun
banyak yang menuduhnya sebagai otak dibalik munculnya kompetisi karate,
Nakayama tampaknya sangat berhati-hati menanggapi masalah ini. Nakayama sadar
bahwa esensi karate yang berubah akibat kompetisi adalah pertanyaan yang sangat
sensitif dan sulit dijawab. Sehingga hingga kini memang sulit dibuktikan apa
tujuan sebenarnya Nakayama menggelar acara itu. Murid-murid Nakayama yang
paling awal seperti Hirokazu Kanazawa (SKIF), Keigo Abe (JSKA) dan Tetsuhiko
Asai (JKS) bahkan tidak mengetahui motif Nakayama. Orang terdekat Nakayama
yaitu Teruyuki Okazaki (ISKF) yang membantunya meriset peraturan kompetisi juga
tidak mampu berkomentar banyak. Satu-satunya argumentasi Nakayama berkaitan
dengan hal ini adalah, dirinya menambahkan peraturan olah raga dalam karate
untuk menghindari resiko cedera akibat teknik yang tidak terkontrol. Hal itu
dilakukan setelah Nakayama mengamati kumite yang terjadi tahun 1930-an.
Harus diakui
pernyataan itu tidaklah cukup menjawab alasan sebenarnya Nakayama berani
menggelar kompetisi karate. Akibatnya munculah pernyataan yang serba spekulatif
dari publik karate dunia. Misalnya kompetisi sebenarnya tidak lebih dari upaya
Nakayama untuk mempopulerkan karate JKA keluar negeri. Seperti telah diketahui
bahwa orang barat sulit menerima karate karena filosofinya yang rumit dan
dinilai tidak masuk akal. Gegap gempita kompetisi karate seakan telah melupakan
pandangan orang barat tentang filosofi karate. Bagi mereka karate mirip dengan
olah raga seperti basket yang berusaha mencuri poin sebanyak mungkin. Sehingga
jika melihat cabang JKA yang kini tersebar di luar negeri, tidak heran banyak
yang mengidolakan sosok Nakayama.
Nakayama percaya bahwa dirinya tidak pernah ingin atau telah melanggar prinsip Funakoshi meski menyebarkan semangat karate dengan jalan yang berbeda. Keyakinannya senada dengan yang pernah diungkapkan Funakoshi bahwa karate sebenarnya seni bela diri yang tidak pernah selesai. Artinya, di masa depan karate akan terus berkembang dan berubah karena dipengaruhi oleh banyak orang dan banyak hal.
"Saat aku mati kelak, aku berharap master Funakoshi tidak akan memarahiku karena memperkenalkan karate sebagai kompetisi olah raga (sport karate). Namun kukira dia tidak akan terlalu kecewa. Dia ingin aku menyebarkan karate-do ke penjuru dunia, dan kompetisi karate telah berhasil mewujudkannya." - Masatoshi Nakayama -. (Fokushotokan.com)